SEJARAH PERJALANAN INDONESIA



MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA
“SEJARAH PERJALANAN INDONESIA”



Disusun Oleh :
Rivani


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
STEI BINA MUDA BANDUNG
2017-2018
KATA PENGANTAR

       Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah pendidikan pancasila tentang sejarah perjalan Indonesia.
      Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini yang tidak bisa diucapkan satu persatu.   
      Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena, itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembacanya.





Bandung, 20 Oktober 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mengukir kisah perjuangan yang panjang dalam perjalanannya. Kemerdekaan yang didapatkan sekarang ini bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Bangsa Indonesia dijajah oleh negara lain selama berabad lamanya. Penjajahan ini dilakukan oleh Jepang. Jepang menjajah Indonesia selama lebih kurang 3,5 tahun. Berbagai faktor yang melandasi penjajahan Jepang di Indonesia, salah satunya adalah motif menjadi Negara pembela dengan keinginan untuk berkuasa di Indonesia. Berbagai konflik yang terjadi dengan penguasa sebelumnya, yaitu Inggris, Portugis dan Belanda menghadirkan persaingan. Persaingan yang direalisasikan dengan adanya kongsi dagang yang merugikan Bangsa Indonesia. Untuk melaksanakan tekadnya itu Jepang melakukan berbagai tipu daya terhadap negara Indonesia. Oleh karena itu, mereka tidak menghiraukan kemajuan Indonesia. Sejak dahulu, bangsa-bangsa di dunia tertarik untuk mengusai Indonesia, terutama bangsa-angsa Barat. Hal itu disebabkan oleh letak Indonesia yang sangat strategis dan kekayaan alamnya berlimpah-limpah. Dikatakan strategis karena Indonesia berada di persimpangan dua samudera dan dua benua. Selain itu Indonesia juga terletak di jalur perdagangan dunia. Di samping tanahnya sangat subur, Indonesia juga mempunyai kandungan alam yang banyak, seperti minyak, emas, dan tembaga. Berbagai perlawanan yang tidak adil tersebut kemudian melatarbelakangi Bangsa Indonesia untuk memberontak. Pemberontakan dilakukan dari berbagai daerah dan oleh berbagai tokoh perjuangan. Perjuangan memperoleh hak-hak kembali atas kekayaan Bangsa Indonesia terus dilakukan. Pergerakan-pergerakan oleh tokoh-tokoh nasionalis Indonesia mengalami sejarah yang panjang dan dari berbagai generasi. Pentingnya mengetahui dan mempelajari sejarah perjuangan bangsa adalah untuk menumbuhkan rasa cinta kita yang mendalam kepada Indonesia. Pepatah yang mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah perjuangan pahlawannya. Indonesia merupakan bangsa yang besar, maka dari itu perlu adanya penanaman kecintaan yang lebih untuk menumbuhkan semangat nasionalisme.
B.     Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah Indonesia pada tahun 1959-1998?
Bagaimana keadaan Indonesia saat penjajahan Jepang?
Bagaimana periode menjelang kemerdekaan Republik Indonesia?
C.    Tujuan Penulis
Untuk mengetahui sejarah Indonesia pada tahun 1959-1998
Untuk mengetahui keadaan Indonesia pada zaman penjajahan Jepang
Untuk mengetahui periode menjelang kemerdekaan Republik Indonesia  
D.    Manfaat
Manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah dapat mengetahui dan memahami sejarah perjuangan Bangsa Indonesia pada masa- masa penjajahan Jepang serta mengetahui bagaimana keadaan Indonesia menjelang kemerdekaan. Selain itu, manfaatnya adalah menanamkan rasa nasionalisme dalam diri Bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang bermanfaat.






BAB II
PEMBAHASAN
           
A.    Sejarah Indonesia Tahun 1959-1998
      Sejarah Indonesia 1959-1998 Adalah masa sistem “Demokrasi Terpimpin”. Dalam demokrasi terpimpin, seluruh keputusan serta pemikiran terpusat pada pemimpin Negara (Soekarno). Konsep demokrasi terpimpin pertama kali di umumkan oleh presiden Soekarno dalam pembukaan Sidang Konstituante pada tanggal 10 November 1956. Latar Belakang di cetuskannya demokrasi terpimpin oleh Soekarno :
1.      Dari segi Keamanan nasional (banyak gerakan separatis pada masa demokrasi liberal  mennyebabkan ketidakstabilan negara).
2.      Segi Perekonomian (sering terjadi pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal, pembangunan ekonomi tersendat).
3.      Segi Politik (Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantika UUDS 1950).
      Sebagai tindak lanjut usulannya, di adakan pemungutan suara yang di ikuti oleh seluruh anggota konstituante untuk mengatasi konflik yang timbul dari pro-kontra akan usulan soekarno tersebut. Hasil pemungutan suara:
1.      269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
2.      119 orang tidak setuju untuk kemballi ke UUD 1945
      Melihat hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD’45 tidakk dapat di realisasikan. Karena, jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti di tetapkan pada pasal 23 UUDS 1950.
Presiden Soekarno mengeluarkan Dektrit yang disebut Dektrit Presiden 5 Juli 1959:
1.      Tidak Berlaku kembali UUDS 1950
2.      Berlakunya kembali UUD 1945
3.      Dibubarkannya Konstituante
4.      Pembentukan MPRS dan DPAS
      PKI Menyambut “Demokrasi Terppimpinn” Soekarno dengan hangat dan beranggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk mengakomodasi persekutuan konsepsi yang sedang marak di Indonesia kala itu, yaitu antara ideologi nasionalisme, agama (Islam), dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.  
      Tahun 1962, perebutan irian barat oleh Indonesia yang di langsungkan dalam Operasi Trikora mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI. Pada Era Demokrasi Terpimpin, 1959-1965 Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk bantuan militer untuk jenderel-jenderal militer Indonesia.
Orde Baru adalah sebutan bagi masa Pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hinggga 1998.
Masa Jabatan Presiden Soeharto
      Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dilantik kembali berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, dan 1988.pada tanggal 19 September 1966 Soeharto mengumumkan Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah indonesia diterima pertama kalinya.
      Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus di setor ke jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah. Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang di adopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselarasi pembangunan II yang di usung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, yaitu tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi pada pihak lain. Dengan di topang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan yang tinggi
B.      Zaman Penjajahan Jepang
      Jepang menduduki Indonesia dari tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan proklamasi Kemeerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan Moch.Hatta atas nama bangsa Indonesia.
      Mei 1940, awal perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Pada bulan Juli 1942 Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer jepang. Orang belanda dan orang campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang. Jepang membentuk persiapan kemerdekaan, yaitu Badan Penyellidik Usaha-usaha Persiapan Kemmerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai bertugas untuk membentuk persiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang tugasnya menyiapkam kemerdekaan. Oktober 1941, jenderal Hideki Tojo menggantikan konoe sebagai perdana menteri jepang. Admiral Isoroku Yamamoto, panglima Angkatan laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar.seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
      Minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yng terdiri atas torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak enam kapal perang lain dan menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika Tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Tetapi tiga kapal induk amerika selamat karena saat itu tidak ada pearl harbor. 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
      Perang pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di asia timur, termasik Indonesia. Tujuan jepang menyerang dan menduduki Hindia-Belanda adalah menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi jepang serta mendukung industrinya. Organisasi yang diprakarsai Jepang:
1.      Pembela Tanah Air (PETA).
       PETA (Pembela Tanah Air) adalah organisasi militer yang dibentuk Jepang dengan tujuan menambah kesatuan tentara guna memperkuat organisasi sebelumnya, yaitu Heiho. Walaupun Jepang semakin terdesak karena perang melawan Sekutu, Jepang tetap berusaha mempertahankan Indonesia dari serangan sekutu. Karena Heiho dipandang belum memadai, maka dibentuklah suatu organisasi militer yang dinamai PETA (Pembela Tanah Air).
      PETA didirikan secara resmi pada tanggal 3 Oktober 1943 atas usulan dari Gatot Mangkupraja kepada Letnan Jenderal Kumakici Harada (Panglima Tentara Jepang ke-16). Pembentukan PETA ini didasarkan pada peraturan pemerintah Jepang yang disebut dengan Osamu Seinendan nomor 44.
Keanggotaan PETA banyak pemuda-pemuda yang tergabung dalam Seinendan mendaftarkan diri menjadi anggota PETA. Anggota PETA yang bergabung berasal dari berbagai elemen masyarakat. Karena kedudukannya yang bebas (fleksibel) dalam struktur organisasi Jepang, PETA diperbolehkan untuk melakukan perpangkatan sehingga ada orang Indonesia yang menjadi seorang perwira.Hal ini menyebabkan masyarakat tertarik pada organisasi ini dan kemudian bergabung menjadi anggota PETA. Hingga akhir masa pendudukan Jepang di Indonesia, jumlah anggota PETA berkisar 37.000 orang di Jawa dan 20.000 orang di Sumatera. Di Sumatera, organisasi ini lebih dikenal dengan Giyugun (prajurit sukarela). Orang-orang PETA ini menghasilkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas dari Indonesia, terutama di bidang kemiliteran. Pada masa-masa selanjutnya, para pemimpin tersebut mampu membawa perubahan terhadap kondisi tanah air Indonesia. Adapun tokoh-tokoh PETA yang terkenal dan membawa pengaruh besar diantaranya yaitu, Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto, Supriyadi dan Jenderal Ahmad Yani.
2.      Gakukotai (Laskar Pelajar)
      Menjelang Jepang terpuruk kalah tanpa syarat dalam Perang Dunia II, untuk memperkuat posisinya di Indonesia, Jepang melatih rakyat dengan latihan kemiliteran. Tidak ketinggalan pemuda, pelajar dan mahasiswa.
3.      Heiho (barisan cadangan prajurit)
      Heiho (兵補 Heiho?, tentara pembantu) adalah adalah pasukan yang terdiri dari bangsa Indonesia yang dibentuk oleh tentara pendudukan Jepang di Indonesia pada masa Perang Dunia II. Pasukan ini dibentuk berdasarkan instruksi Bagian Angkatan Darat Markas Besar Umum Kekaisaran Jepang pada tanggal 2 September 1942 dan mulai merekrut anggota pada 22 April 1943.
Heiho pada awalnya dimaksudkan untuk membantu pekerjaan kasar militer seperti membangun kubu dan parit pertahanan, menjaga tahanan, dll. Dalam perkembangannya, seiring semakin sengitnya pertempuran, Heiho dipersenjatai dan dilatih untuk diterjunkan di medan perang, bahkan hingga ke Morotai dan Burma.
Menjelang akhir pendudukan Jepang di Indonesia, jumlah pasukan Heiho diperkirakan mencapai 42.000 orang dengan lebih dari setengahnya terkonsentrasi di pulau Jawa. Heiho dibubarkan oleh PPKI setelah Jepang menyerah pada Belanda dan sebagian anggotanya dialihkan menjadi anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR).


4.      Seinendan (Barisan Pemuda)
      Seinendan adalah sebuah organisasi barisan pemuda yang dibentuk tanggal 9 Maret 1943 oleh tentara Jepang di Indonesia. Tujuan dari organisasi seinendan ini adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, maksud yang sebenarnya ialah untuk mempersiapkan pemuda Indonesia untuk membantu militer Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu.
5.      Fujinkai (Barisan Wanita).
      Fujinkai adalah organisasi perempuan yang dibentuk oleh para isteri pegawai di daerah-daerah, dan diketuai oleh isteri masing-masing kepala daerah, dan disebut Fujinkai. Pengerahan tenaga untuk berperang tidak hanya berlaku bagi kaum laki-laki, tetapi berlaku juga untuk kaum wanita Indonesia. Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas para wanita berusia 15 tahun ke atas. Mereka juga diberikan latihanlatihan dasar militer dengan tugas untuk membantu Jepang dalam perang. Menghadapi Sekutu. Tugas Fujinkai adalah ikut memperkuat pertahanan dengan cara mengumpulkan dana wajib berupa perhiasan, hewan ternak, dan bahan makanan untuk kepentingan peran
6.      Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
      Pusat Tenaga Rakyat atau Putera adalah organisasi yang dibentuk pemerintah Jepang di Indonesia pada 16 April 1943 dan dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir.Soekarno M.Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan K.H Mas Mansyur. Tujuan Putera adalah untuk membujuk kaum Nasionalis dan intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya untuk kepentingan perang melawan Sekutu dan diharapkan dengan adanya pemimpin orang Indonesia, maka rakyat akan mendukung penuh kegiatan ini. Para pemimpin bangsa Indonesia merasa bahwa satu-satunya cara menghadapi kekejaman militer Jepang adalah dengan bersikap kooperatif. Hal ini semata untuk tetap berusaha mempertahankan kemerdekaan secara tidak langsung. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka mereka sepakat bekerjasama dengan pemerintah militer Jepang dengan pertimbangan lebih menguntungkan dari pada melawan.
7.      Jawa Hokokai
      Putera oleh pihak Jepang dianggap lebih bermanfaat bagi Indonesia daripada untuk Jepang. Akibatnya, pada tanggal 1 Januari 1944 Putera diganti dengan organisasi Jawa Hokokai. Tujuannya adalah untuk menghimpun kekuatan rakyat dan digalang kebaktiannya. Di dalam tradisi Jepang, kebaktian ini memiliki tiga dasar, yakni pengorbanan diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti.

      Tiga hal inilah yang dituntut dari rakyat Indonesia oleh pemerintah Jepang. Dalam kegiatannya, Jawa Hokokai menjadi pelaksana distribusi barang yang dipergunakan untuk perang, seperti emas, permata, besi, dan alumunium dan lain-lain yang dianggap penting untuk perang.
8.      Keibodan (Barisan Pembantu Polisi)
      Sering ditulis Keibodan, secara literal berarti Barisan Pembantu Polisi dibentuk pada 29 April 1943. Tujuan pembentukan Keibodan adalah untuk membantu polisi Jepang pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Keibodan di Sumatra dikenal dengan nama Bogodan, sedangkan di Kalimantan lebih dikenal dengan nama Sameo Konen Hokokudan. Di kalangan penduduk Cina dibentuk semacam Keibodan dengan nama Kayo Keibotai. Pembina Keibodan disebut dengan Keimumbu.

9.      Jibakutai (Pasukan Berani Mati)
      pernah ada pasukan yang bernama Jibakutai di Indonesia. Anggotanya adalah orang-orang Indonesia asli dan misi mereka hanya satu, yakni mati. Jibakutai sejatinya bukanlah pasukan militer seperti PETA dan KNIL, mereka cenderung sebagai supporter alias pendukung. Meskipun begitu, tugas mereka tak kalah ngeri dibandingkan pasukan tempur front depan. Ya, mereka adalah serdadu berani mati yang siap mengorbankan dirinya agar pihak lawan menderita kerugian yang sangat besar. Kiprahnya mungkin jarang terdengar, tapi pada kenyataannya pasukan ini turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lebih dalam tentang pasukan unik satu ini, berikut adalah fakta-fakta Jibakutai yang mungkin tak pernah kamu tahu.
Jibakutai Dibentuk Jepang Dengan Inspirasi Kamikaze
      Dari namanya sendiri sebenarnya sudah ketahuan kalau Jibakutai adalah pasukan buatan Jepang. Ya, pasukan satu ini dibentuk oleh negeri matahari terbit itu pada bulan Desember 1944. Mereka berdampingan tapi tidak setara dengan PETA dan pasukan lainnya. Jibaku sendiri berarti “menyerang dengan menabrakkan diri pada musuh”.
Pasukan Kamikaze Jepang membuat pasukan satu ini adalah Kamikaze. Seperti yang kamu tahu, pasukan penerbang berani mati itu mencatatkan pencapaian maut di Perang Dunia II. Nah, dengan harapan untuk capaian yang serupa, Jepang pun merintis Jibakutai walaupun dalam praktiknya ternyata cukup jauh dari ekspektasi.
Jibakutai Bukan Pasukan Utama
      Tidak heran sebenarnya kalau kita jarang mendengar nama pasukan ini. Alasannya karena Jibakutai adalah pasukan kelas dua. Mereka bukanlah pasukan utama yang ada di garda depan, melainkan sampingan yang bakal maju kalau dibutuhkan atau diperintahkan.
Jibakutai Alasan kenapa pasukan ini bukan garda depan adalah karena anggota Jibakutai yang rata-rata tidak memiliki basis pendidikan militer. Anggotanya adalah orang-orang pribumi biasa dengan beragam profesi, mulai dari guru, wartawan, dan sebagainya. Para Jibakutai hanya punya modal semangat juang mengusir penjajah meskipun harus dilakukan atas nama Jepang. Jibakutai Ternyata Juga Dilatih
Meskipun hanya pasukan pendukung, tapi Jibakutai sedikit banyak bakal dibutuhkan di medan perang. Makanya, Jepang pun kemudian melatih pasukan satu ini secara militer. Latihannya sendiri kurang lebih sama seperti pasukan militer lainnya. Hanya saja lebih dikurangi porsinya.
      Hal yang unik soal latihan Jibakutai ini adalah senjata yang selalu mereka gunakan ketika itu. Ya, mereka tak pernah menggunakan senapan asli melainkan replika kayu atau hanya bambu runcing saja. Jepang memang sengaja tak membuat mahir orang-orang Jibakutai soal senapan mengingat tujuan mereka dibentuk hanyalah sebagai supporter. Jibakutai hanya butuh nyali, lari kencang dan meledakkan bom di tubuhnya dengan timing yang pas.
Jibakutai Jadi Pasukan yang Dicemooh
      Dibentuk dengan misi agung, nyatanya Jibakutai tak pernah benar-benar terpakai dalam perang. Bahkan ketika Indonesia sudah melayangkan Proklamasi, pasukan ini belum pernah sekalipun meledak. Kemudian entah apa alasannya, para anggota Jibakutai mengganti nama mereka menjadi Barisan Berani Mati (BBM) alih-alih membubarkan diri.

      Menjadi Barisan Berani Mati tidak banyak beraksi membuat BBM sering kena sindir. Ketika itu ada saja orang-orang yang bilang jika nama Barisan Berani Mati terlalu muluk untuk pasukan yang tak pernah beraksi. Susah disangkal memang mengingat mereka pada kenyataannya tak pernah berperang sungguhan. Tapi, cemoohan ini berubah menjadi kekaguman tak lama setelah itu. Kiprah Mentereng BBM Bikin Sekutu Kabur.
      Pasukan berani mati ini baru menunjukkan tajinya ketika Sekutu tiba di Surabaya pada November 1945. Seakan jadi luapan kegembiraan akibat menanti terlalu lama, BBM berhasil dengan gemilang menghajar pasukan yang mencoba menjajah kembali NKRI itu. Bermodal tekad luar biasa serta bom di tubuh, barisan berani mati dengan girasnya menubrukkan diri di badan tank-tank sekutu yang sekejab kemudian meledak-ledak dengan hebat.
      Pembuktian di pertempuran November 45 [Image Source]Gila dan patriotik, dua kata yang pas disematkan kepada pasukan berani mati ini. Seperti tak ada beban, orang-orang BBM berlarian menuju kawalan sekutu. Pasukan pemenang Perang Dunia II ini pun geleng-geleng dan terperanjat melihat kejadian itu. Atas aksi nekat dan gila para anggota BBM, sekutu pun menelan kerugian yang tak main-main.
      Inilah kiprah Jibakutai, pasukan berani mati Indonesia yang namanya jarang terdengar. Mereka tercipta dari patriotisme tapi dihujat karena jarang beraksi, namun pada akhirnya mencatatkan sejarah dengan perbuatan yang sangat-sangat berani. Kita mungkin tak pernah tahu siapa komandan atau masing-masing anggota Jibakutai. Tapi yang jelas, hormat dan salut patut kita apresiasikan kepada mereka.
10.  Kempetai (Barisan Pollisi Rahasia)
      Kesatuan Kempeitai (Satuan Polisi Militer) merupakan satuan polisi militer Jepang yang ditempatkan di seluruh wilayah Jepang termasuk daerah jajahan. Kempetai dapat disandingkan dengan unit Gestapo milik Nazi Jerman, memiliki kesamaan dalam tugas sebagai polisi rahasia militer. Kempetai sangat terkenal karena kedisiplinan dan kekejamannya.


Beberapa perlawanan rakyat indonesia terhadap jepang:
1.      Peristiwa cot Pileng, Aceh 10 November 1942.
      Pada desa Bayu terdapat satu bangunan mesjid dan Dayah Cot Plieng yang didirikan sejak tahun 1922 oleh Tgk. Ahmad Bin Ishak sebagai imam pertama dan pimpinan dayah dengan swadaya masyarakat, terutama dari Tgk. Raja Itam keluarga dekat Uleebalang. Pada waktu itu banyak pelajar dari seluruh pelosok Aceh menuntut ilmu pengetahuan agama pada pesantren tersebut.
      Perlawanan rakyat menentang kekuasaan tentara Jepang di Sumatera yang paling hebat adalah di daerah Aceh. Tahun 1942 di Cot Plieng Bayu Kecamatan Syamtarila Kabupaten Aceh Utara, meletus perlawanan rakyat yang dipimpin oleh ulama muda  Tgk. Abdul Jalil yang merupakan Imam serta guru mengaji di Cot Plieng.
      Tentara Jepang pada saat itu mendekati ulama Aceh, hingga mereka menerima kehadirannya untuk bersama-sama mengusir tentara Belanda dari Aceh sebagai taktik politik mereka. Tapi kalangan ulama di Aceh yang dipimpin Tgk. Mhd. Amin Jumphoh Aceh Pidie dan Tengku Abdul Jalil dari Cot Plieng Bayu tidak bersedia bekerjasama dengan Jepang. Sebab kedua tokoh ulama Aceh itu, sudah meramalkan tentara Jepang lebih kejam dan ganas dari tentara Belanda serta keterpaksaan rakyat menyembah matahari sebagai ganti menghadap kiblat.
Pada 12 Maret 1942 tentara Jepang mendarat di Aceh, dan pada 27 Maret 1942 tentara Belanda menyerah di Aceh.
Bertentangan dengan agama
      Setelah beberapa bulan tentara Jepang berada di Aceh, mulai nyata terlihat tingkah laku Nippon No heitai (serdadu Jepang) yang sangat bertentangan dengan agama Islam yang dianut masyarakat Aceh sampai saat ini.
      Kalangan ulama di Aceh tidak senang dengan kebiasaan-kebiasaan tingkah laku tentara Jepang itu yang paling dibenci adalah upacara “Sekeirei” dengan membungkuk sambil menunduk kepala kearah timur laut (Tokyo) menyembah Tenno Heika. Upacara tersebut bagi masyarakat dan ulama Aceh dianggap syirik, yaitu menyembah berhala yang menyamakan Tenno Heika dengan Tuhan. Selain itu masyarakat Aceh juga menyaksikan kekejaman tentara jepang, dengan melakukan penyiksaan kepada rakyat Aceh. Melihat keadaan tersebut, Tengku Abdul Jalil; imam mesjid dan pimpinan dayah memberikan dakwah anti Jepang, dengan seruan jihad fi sabilillah. Sebab Tengku Abdul Jalil selaku imam Mesjid dan pimpinan dayah (pesantren) Cot Plieng Bayu, sejak semula anti kafir dengan semboyan “Talet Bui Tapentamong Aseei” (mengusir babi menerima anjing). Dakwah anti tentara Jepang yang dilakukan Tgk. Abdul Jalil itu dari desa ke desa di Kabupaten Aceh Utara demi agama dan bangsa dan semuanya itu terjadi sekitar bulan Agustus 1942.
      Tentara dan mata-mata Jepang melaporkan semua kegiatan Tgk. Abdul Jalil tersebut, hingga Tgk. Abdul Jalil tersebut dipanggil untuk menghadap Kempetai di Lhokseumawe. Namun Abdul Jalil menolak panggilan tersebut, dan sejalan dengan itu pengikutnya digiatkan untuk membacakan hikayat perang sabil yang pada zaman penjajahan Belanda dilarang.
      Tengku Abdul Jalil bersama pengikutnya, telah bertekad siap melaksanakan Jihad Fi Sabilillah. Namun tentara Jepang melihat keadaan itu, bertindak dengan sangat hati-hati. Tapi Aceh Syuco Cokan (Gubernur Militer Aceh) S.Huo berusaha memadamkan api yang belum menyala itu, antara lain dengan mengirimkan Uleebalang dan pemuka PUSA agar membujuk mereka. Tapi usaha tersebut tidak berhasil, hingga pihak Jepang di Sigli memanggil Tgk. Abdul Jalil di Sigli, dan Tgk. Abdul Jalil juga tidak mau datang, sehingga pada tanggal 9 November 1942 ajudan Aceh Syuco Cokan dan Tuanku Mahmud dengan juru bahasanya, datang sendiri ke Cot Plieng untuk meminta berjumpa dengan Tgk. Abdul Jalil. Namun pengikut Abdul Jalil tidak menghiraukan permintaan Jepang itu, hingga terjadi jalan buntu untuk perdamaian.
      Ajudan Aceh Syuco Cokan melaporkan hal ini kepada Komandan infantry resimen 3 tentara Jepang Kol.M.Fujioka yang bermarkas di Lhokseumawe, situasi di Cot Plieng Bayu sudah tidak mungkin dilakukan pendekatan. Sedangkan jalan-jalan satu-satunya menempatkan pasukan Jepang di sekitar Cot Plieng, dengan catatan satu senjatapun tidak boleh meletus karena sebagai upaya menakuti pengikut Abdul Jalil, ujar Kol.M.Fujika pada saat itu, sebab kekarasan militer sangat berbahaya.
      Pada 10 November 1942 sekitar pukul 13.00 WIB, satu kompi tentara Jepang mengatur pasukannya di sekitar Cot Plieng ditambah dengan barisan meriam yang mereka tempatkan pada daerah persawahan.
      Pada saat tentara Jepang mengatur pasukannya, Tgk. Abdul Jalil sedang memimpin rapat di dalam komplek dan pengikutnya yang melihat hal tersebut menduga tentara jepang datang untuk menyerang dan menangkap Tgk. Abdul Jalil selaku imam dan pimpinan dayah (pesantren).
2.      Peristiwa singaparna
      Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Dia menolak dengan tegas ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu diapun tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat tanam paksa.
      Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan para santrinya yang telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang, yang akhirnya mundur ke Tasikmalaya.
      Jepang memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk mengakhiri pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat Jumat. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawa ke Jakarta untuk menerima hukuman mati dan dimakamkan di Ancol
3.      Peristiwa Indramayu April 1944
      Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang, Kabupaten Indramayu.
4.      Pemberontakan Teuku Hamid
      Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua wilayah (Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap pemberontakan.
      Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November 1944.
      Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat ditumpas.
     Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun (perwira tentara sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat kejam.

5.      Pemberontakan Peta
a.       Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari 1945)
      Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
b.      Perlawanan PETA di Meureudu-Pidie, Aceh (November 1944)
      Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun Teuku Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit Indonesia pada khususnya.
c.       Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)
      Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco), Kusaeri bersama rekan-rekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.

d.      Perlawanan Pang Suma
      Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Barat. Pang Suma adalah pemimpin suku Dayak yang besar pengaruhnya di kalangan suku-suku di daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di Kalimantan.
      Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130 pekerja pada sebuah perusahaan kayu Jepang. Kejadian ini kemudian memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang (Kab. Sanggau). Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma.
e.       Perlawanan Koreri di Biakdi Irian Barat tahun 1943
      Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan Koreri yang berpusat di Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak.
f.       Perlawanan di Pulau Yapen Selatan
      Perlawanan ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan senjata kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum pancung oleh Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare.


g.      Perlawanan di Tanah Besar Papua
       Perlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi hubungan kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat mendapatkan modal senjata dari Sekutu.
6.      Gerakan bawah tanah
Sebenarnya bentuk perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan rakyat Indonesia tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi Anda dapat pula melihat betnuk perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti yang dilakukan oleh:
1.      Kelompok Sutan Syahrir di daerah Jakarta dan Jawa Barat dengan cara menyamar sebagai pedagang nanas di Sindanglaya.
2.      Kelompok Sukarni, Adam Malik dan Pandu Wiguna. Mereka berhasil menyusup sebagai pegawai kantor pusat propaganda Jepang Sendenbu (sekarang kantor berita Antara).
3.      Kelompok Syarif Thayeb, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah kelompok mahasiswa dan pelajar.
4.      Kelompok Mr. Achmad Subardjo, Sudiro dan Wikana. Mereka adalah kelompok gerakan Kaigun (AL) Jepang.
Mereka yang tergabung dalam kelompok di bawah tanah, berusaha untuk mencari informasi dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha mereka akan dapat Anda lihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari Sekutu, kelompok pemudalah yang lebih cepat dapat informasi tersebut serta merekalah yang akhirnya mendesak golongan tua untuk secepatnya melakukn proklamasi.



C.    Periode Menjelang Kemerdekaan Republik Indonesia
      Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
     Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
     Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
      Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).

      Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS Missouri. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
      Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
      Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
      Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta BPUPKI Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi Utomo.
      Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila.
      Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia. Tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
      Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
      Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
      Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Detik- detik Kemerdekaan Republik Indonesia
       Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
      Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Istana Merdeka.
      Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
     Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
      Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.


BAB III
PENUTUPAN
A.    KESIMPILAN
      Pembahasan diatas secara tidak langsung mengingatkan kita untuk mengenang jasa para pahlawan disamping itu mengingatkan kita pada jaman penjajahan yang mana saat itu para pejuang mempertaruhkan nyawanya untuk mempertahankan Negara kita ini republik Indonesia serta mengetahui bagaimna keadaan Indonesia saat itu. Jadi, kita sebagai warga Negara Indonesia harus selalu bersyukur betapa nikmatnya hidup kita saat ini meskipun masih belum dikatakan merdeka secara keseluruhan.
B.     SARAN
      Dengan pembuatan makalah ini semoga apa yang dipaparkan bermanfaat dan kita sebagai pembaca khususnya yang menyusun makalah ini menjadi lebih baik lagi dalam segi pembahasan, pengetahuan maupun dalam hal lainnya.










DAFTAR PUSTAKA

1.      Hamid, Abdul dkk.2012.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: Pustaka Setia.
2.      MS, Kaelan.2016. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
3.      MS, Kaelan.2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
4.      http://www.materisma.com/2014/02/pergerakan-nasional-pada-masa.html
8.      https://donipengalaman9.wordpress.com/2014/09/30/organisai-bentukan-jepang-di-indonesia/
9.      https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_%281942%E2%80%931945%29


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RUANG LINGKUP DAN KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM

Mahasiswa STEI Bina Muda Survey Pasar Cicalengka (PSS)